Dewi Sartika, seorang tokoh yang menjadi simbol kebangkitan kesadaran perempuan atas harga dirinya, telah mengukir sejarah melalui perjuangannya dalam memajukan kaumnya. Dengan mengatasi segala keterbatasan dan pagar-pagar bersepuh emas bernama etika, Dewi Sartika bersama kaum perempuannya mencoba untuk mengembangkan diri dan meyakinkan masyarakat akan peran penting perempuan dalam pembangunan.
Latar Belakang dan Cita-Cita
Dewi Sartika lahir sebagai putri dari pasangan Patih Bandung, R Rangga Somanegara, dan RA. Rajapermas pada tahun 1884 di Cicalengka. Sejak kecil, cita-citanya adalah mendirikan sebuah sekolah untuk perempuan. Meskipun pada awalnya usulnya sempat dihadang, pada tanggal 16 Januari 1904, impian Dewi Sartika untuk mendirikan Sekolah Isteri menjadi kenyataan di Pendopo Kabupaten Bandung.
Dewi Sartika memiliki semangat tinggi untuk meningkatkan pendidikan perempuan di Indonesia. Sejak kecil, ia sudah gemar bermain sekolah-sekolahan dan selalu memilih peran sebagai guru. Sekolah Isteri yang didirikannya terus berkembang pesat dan akhirnya dipindah ke Jalan Ciguriang, yang kemudian dikenal sebagai Jalan Dewi Sartika. Sekolah ini bahkan memiliki cabang di berbagai kota seperti Tasikmalaya, Sumedang, Cianjur, Ciamis, Kuningan, dan Sukabumi.
Pengakuan dan Penghargaan
Keberhasilan Dewi Sartika dalam memajukan pendidikan perempuan tidak luput dari pengakuan dan penghargaan. Saat perayaan HUT ke-35 Kaoetamaan Isteri, Dewi Sartika dianugerahi bintang emas Orde van Oranje Nassau. Penghargaan ini menunjukkan betapa besar kontribusi Dewi Sartika dalam mengangkat martabat perempuan melalui pendidikan.
Namun, perjalanan Dewi Sartika tidak hanya diwarnai oleh kesuksesan. Pada tanggal 11 September 1947, Dewi Sartika wafat di Cineam saat sedang mengungsi akibat pecahnya perang. Meskipun telah tiada, perjuangan dan warisan Dewi Sartika tetap menjadi sumber inspirasi bagi gerakan pemberdayaan perempuan di Indonesia.
Pengakuan Sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional
Pada tahun 1966, Dewi Sartika secara resmi diberikan gelar Pahlawan Pergerakan Nasional. Gelar ini diberikan sebagai pengakuan atas peran besar Dewi Sartika dalam memimpin gerakan pendidikan dan pemberdayaan perempuan di Indonesia.
Warisan Perjuangan
Hingga saat ini, perjuangan Dewi Sartika terus menjadi mata air inspirasi bagi gerakan pemberdayaan perempuan di Indonesia. Melalui pendidikan, ia membuktikan bahwa perempuan mampu memberikan kontribusi besar dalam perkembangan bangsa. Warisan berharga ini mengajarkan kita pentingnya memberdayakan perempuan dan memberikan kesempatan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan.
Teruslah menggali pengetahuan dengan membaca artikel tokoh lainnya di situs ini:
- Adnan Buyung Nasution Pembela HAM
- Adam Malik Politisi dan Diplomat Ulung
- Abdul Kahar Muzakkar, Pejuang 45, Pemimpin Gerakan Separatis
Penutup
Dewi Sartika, pelopor pemberdayaan perempuan, telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah perjuangan kaum perempuan di Indonesia. Melalui pendidikan, ia membuka jalan untuk memajukan martabat perempuan dan membuktikan bahwa mereka memiliki potensi besar dalam pembangunan bangsa. Sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab untuk terus meneruskan semangat perjuangan Dewi Sartika agar pemberdayaan perempuan terus berkembang dan menjadi bagian tak terpisahkan dalam kemajuan Indonesia.
Disclaimer:
Artikel “Dewi Sartika: Pelopor Pemberdayaan Perempuan” ini tidak bertujuan untuk memicu pengembangan kultus terhadap individu atau adorasi yang berlebihan terhadap sosok tertentu. Sebaliknya, tujuan utamanya adalah sebagai upaya mencegah melupakan sejarah, terutama di kalangan generasi muda. Ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari toko yang telah memainkan peran kunci dalam mengubah arah sejarah bangsa ini.
Dewi Sartika: Pelopor Pemberdayaan Perempuan