Nama Dr. (HC) Tahi Bonar Simatupang atau lazim dikenal sebagai T.B. Simatupang tentu tak asing bagi sebagian besar penduduk Jabodetabek. Bagaimana tidak, nama T.B. Simatupang diabadikan sebagai nama jalan utama di daerah Cilandak, Jakarta Selatan.
Putra asli Batak ini dilahirkan di Sidikalang, Sumatera Utara pada tanggal 28 Januari 1920 dan wafat di Jakarta pada tanggal 1 Januari 1990 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Timur. Ayahandanya bernama Simon Simatupang, dengan gelar Mangaraja Soaudon, yang merupakan Kepala Kantor Pos Dan Telegraf Sidikalang yang waktu itu berada di Karesidenan Tapanuli, Sumatera Timur.
Pendidikan dasar Bonar diperoleh di HIS (Holland Indlanse School) pada di Pematang Siantar. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di C-MULO (Christelijkje Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang berlokasi di Tarutung hingga tahun 1934. Di tahun 1937, T.B. Simatupang merantau ke Batavia untuk mengenyam pendidikan menengah atas di C-AMS (Christelijkje Algemene Middlebare School).
Karir Militer T.B. Simatupang
Kesempatan untuk berkarir di bidang militer terbuka lebar pada tahun 1940 saat dirinya diterima masuk di KMA (Koninklijke Militaire Academie) yang berlokasi Bandung. Perlu pembaca ketahui bahwa KMA ini akademi militer milik Kerajaan Belanda yang mencetak calon perwira. Sejatinya KMA ini berlokasi di Breda, Belanda. Namun ketika Belanda diduduki oleh Jerman pada tanggal 14 Mei 1940, Pemerintah Kerajaan Belanda kemudian memutuskan untuk memindahkan akademi militernya ke Hindia Belanda tepat pada tanggal 1 Oktober 1940.
Selama di KMA, nama T.B. Simatupang terpilih menjadi salah satu dari empat anggota KMA asli pribumi yang berkesempatan mengenyam pendidikan CORO (Corps voor de Opleiding van Reserve Officieren) atau Sekolah Perwira Cadangan.
Tiga rekan lainnya adalah A.H. Nasution, Alex Evert Kawilarang dan GPH Djatikusumo. Tiga nama inilah yang ikut membesarkan nama TNI di kemudian hari. T.B. Simatupang lulus dari KMA pada tahun 1942 dengan predikat Taruna Mahkota Perak karena berprestasi di bidang teori militer.
Tak berapa lama seusai lulus dari KMA di awal tahun 1942, Jepang sudah menginvasi HindiaBelanda. Ditandai dengan menyerahnya HindiaBelanda kepada Jepang dengan Perjanjian Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942. Dengan hadirnya Jepang di Hindia-Belanda, otomatis Tentara Kerajaan Belanda di semua daerah Hindia-Belanda sudah tidak ada lagi. Sempat menjadi tawanan perang untuk sementara waktu oleh balatentara Kekaisaran Jepang, T.B. Simatupang kemudian dibebaskan karena memang asli Bumiputera.
Untuk memiliki posisi formal tanpa harus banyak bekerja, T.B. Simatupang lalu meminta bantuan koleganya Hans A. Pandelaki untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Kebetulan saat itu Hans A. Pandelaki (kelak di era Orde Lama beliau menjadi salah satu Kepala Djawatan Bea dan Tjukai) adalah pegawai Bumiputera yang bekerja di Gunseikabu Zaimubu Shuzeika (GZS/Bea dan Cukai era pendudukan Jepang). Pada akhirnya T.B. Simatupang bekerja di GZS atas andil kawannya Hans A. Pandelaki.
Nah di sinilah awal karir T.B. Simatupang dengan GZS. Selain bekerja di GZS, T.B. Simatupang tetap terlibat dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia bersama dengan Ali Budiarjo dan Sutan Syahrir. T.B. Simatupang mendarmabaktikan pikiran dan tenaganya bersama GZS terhitung sejak Tahun 1942 hingga proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, T.B. Simatupang turut membidani lahirnya TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan kemudian ikut membesarkannya. Sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Perang T.B. Simatupang pun ikut Perang Gerilya bersama Jenderal Soedirman.
T.B. Simatupang diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Perang (KASAP) Republik Indonesia di Tahun 1950 dengan pangkat Mayor Jenderal menggantikan Panglima Besar Soedirman yang wafat karena sakit. Untuk pembaca ketahui bahwa secara hieraki, KASAP ini adalah pimpinan tertinggi di atas KASAD, KASAU dan KASAL. Jabatan sebagai KASAP ini disandangnya hingga tahun 1953.
Posisi KASAP ini bertanggung jawab langsung kepada Menteri Pertahanan yang ketika itu dijabat oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Tepat pada tanggal 21 Juli 1959, T.B. Simatupang pensiun dari kedinasan TNI Angkatan Darat dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal.
Sedangkan di tahun 1969 atas kontribusinya di bidang pendidikan, T.B. Simatupang mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari Unversitas Tulsa, Oklahoma, Amerika Serikat.
Pada tahun 1995 mendiang memperoleh gelar tanda jasa Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah Republik Indonesia yang kemudian dipamungkasi pemberian gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 8 November 2013 silam.
Disarikan dari:
- “Percakapan Dengan T.B. Simatupang, H.M. Victor Matondang, 1995.”
- “Dibawah Matahari Terbit, Nino Oktorino, 2016.”
- “Sang Komandan, Petrik Matansi, 2012.”
T.B. Simatupang, Konseptor Militer Indonesia